Sesekali aku ingin bercerita padamu,
tentang semua hal, tentang apa saja.
Tentang betapa aku terlalu sering merindukanmu.
Tentang betapa aku begitu mengkhawatirkan keadaanmu.
Tentang betapa sapa darimu adalah yang kunanti-nanti setiap harinya.
Tentang betapa dahulu jarak begitu menjadi masalah buatku, dan sekarang ia telah mampu menjadi teman dekatku karena kamu.
Tentang betapa aku begitu tak ingin bangun dari tidurku,
saat memimpikanmu.
Sampai sebuah hal ini,
: tentang betapa kau mampu begitu menyebalkan bagiku.
Jadi, harus darimana cerita ini kumulai, Tuan?
Tuan,
sadarkah kau bahwa sering kali kau membuatku menangis tak tahu tempat?
Sehingga aku harus sibuk bersembunyi,
agar air mata tak nampak di mata mereka yang mungkin akan menghakimi.
Tuan,
apakah kau tahu rasanya menunggu waktu bertemu denganmu?
Sesaat terasa lama, dan lama terasa seperti selamanya.
Dulu kurasa, menunggu tidak akan semenyeramkan itu.
Tuan,
ingatkah kau bahwa ketika kita memutuskan untuk tak saling bicara,
kita masih saling memberikan perhatian?
Kita tak pernah menyebutkan nama dalam kalimat-kalimat di media sosial,
namun kita selalu tahu,
kau dan aku sama-sama menyelipkan berbagai doa kebaikan.
Kau perlu tahu sebuah kebenaran, Tuan.
Puisi-puisiku tak akan setara dengan doa-doa yang setiap saat kuucap pada Sang Pencipta.
Doaku sederhana.
: Aku hanya ingin kau bahagia.
Jika itu memang denganku, itulah kebahagiaan terbesar bagiku.
Bila bukan, tak mengapa.
Toh bahagiamu, juga tetap menjadi bahagiaku.
Walau mungkin ada secuil rasa nyeri,
karena aku tak mampu membayangkan,
ada wanita lain yang mampu membuatmu merasakan cinta sebesar cinta yang telah kuberikan.
Lalu Tuan,
apakah masih menempel di ingatanmu
bahwa kita sama-sama pernah berniat mencari pengganti?
Dengan asumsi masing-masing dari kita sudah bahagia bersama yang lainnya?
Untunglah kenyataan berkata ‘tidak’.
Kau dan aku, kita sama-sama tersentak.
Namun aku tahu,
jawaban selalu diberikan Tuhan
pada mereka yang bersungguh-sungguh melakukan perjalanan pencarian.
Tahukah kau, Tuan?
Bahwa kau seringkali menjadi pria yang sangat menyebalkan?
Kau terlalu sering tak tahu harus berkata apa,
di saat aku sedang berduka.
Kau harus tahu,
terkadang aku tak ingin sebuah solusi.
Aku hanya ingin kau ada dan tak kemana-mana.
Seperti yang biasa kulakukan, saat kau sedang membutuhkan seseorang.
Kau pun sering menghakimi,
maka tak jarang aku hanya akan berdiam diri.
Cukup lah kurasa, kegalauan yang kurasakan sendiri.
Kau sering tak sadar,
bahwa semua keceriaanku adalah untuk mencerahkan harimu.
Dan kebisuanku, semata adalah ketidakberdayaanku untuk berkata, ‘aku tak ingin kau merasakan kesusahan yang sama’.
Kau selalu saja mempermasalahkan segala rasa khawatirku atasmu.
Seandainya saja, ya seandainya saja kau merasanya juga.
Kurasa kau tak ingin, merasanya sampai dua kali.
Kau, Tuan.
Kau lelaki yang kucintai berkali-kali.
Kau lelaki yang kubuatkan ratusan puisi.
Kau lelaki yang terlalu sering menyebalkan hati.
Kau tak pernah tahu, dan tak pernah mau kuberi tahu.
Tahukan kau, Tuan.
Terkadang ketika kita merasa sudah tahu segalanya,
saat itulah kita merupakan orang yang sama sekali tak tahu apa-apa.
Maka kukatakan sekali lagi.
Biarkan aku bercerita padamu tentang banyak hal.
Aku ingin kau tahu tentang banyak hal,
: termasuk tentang bagaimana kau mampu begitu menyebalkan.
- Tia Setiawati Priatna